Oleh : Totty MEsy.
Seharusnya disaat pandemi seperti ini, tidak layak adanya tindakan mengerahan people power untuk menolak UU Cipta kerja. Menolak tak harus turun ke jalan. Menolak juga harus ada alasan yang jelas.
Sebagai contoh, saat kita mendapatkan kado, belum kita tau isinya, kita juga belum membongkar dalam isinya apa, lalu kita bilang isinya merugikan kita, dan kita tidak mau, menolak. Tindakan seperti ini tentu saja adalah tindakan yang merugikan.
Kita yang mengikuti perkembangan politik Indonesia, kita akan tahu bahwa Istilah omnibus law pertama kali diperkenalkan di Indonesia adalah saat pidato pertama Joko Widodo dalam pelantikan sebagai Presiden RI periode II.
Lantas karena Jokowi yang memiliki gagasan pertama, maka sebagian rakyat yang memang sebelumnya kecewa dengan terpilihnya Pak Jokowi menjadi tak suka, dan menuding UU tersebut tidak pro rakyat. Rakyat yang mana?. Sering setiap kita mengatakan atas nama rakyat namun tidak bisa menjelaskan kepentingan atas nama rakyat yang bagaimana dan rakyat yg mana. Lebih lagi hal ini menjadi lolucon klasik karena bahkan rakyat yang dimaksud tidak paham, tidak tau menau tentang isi daripada UU yang di tuding tidak pro rakyat tersebut.
Presiden Jokowi, adalah seorang presiden pilihan rakyat yang menilai harus ada konsep hukum perundang-undangan yang disebut omnibus law. Pendapat itu tentu saja tidak sekedar pendapat, pasti adalah hasil riset atau pengamatan di lapangan, dan juga memungkinkan usulan dari kepentingan yang merasa bahwa ada kelemahan dan menghambat dari UU yang ada pada proses percepatan pembangunan. Presiden Jokowi kemudian mengajak banyak pihak untuk membahas dua undang-undang yang akan menjadi omnibus law. Pertama, UU Cipta Lapangan Kerja, kedua UU Pemberdayaan UMKM, yang mana masing-masing UU tersebut kemudian digarap menjadi omnibus law.
UU tersebut mencakup : Pertama satu UU yang sekaligus merevisi beberapa, atau bahkan puluhan UU.(Kompas.com). Seperti dikutif oleh Kompas.com tentang apa yang dimaksud Omnibus Law. Pakar Hukum Tata Negara Bivitri Savitri menjelaskan, omnibus law merupakan sebuah UU yang dibuat untuk menyasar isu besar yang ada di suatu negara. Undang-undang ini dimaksudkan untuk merampingkan regulasi dari segi jumlah, dan menyederhanakan peraturan agar lebih tepat sasaran.
Ada dua omnibus law yang diajukan pemerintah, yaitu Cipta Kerja dan Perpajakan. Secara keseluruhan, ada 11 klaster yang menjadi pembahasan dalam Omnibus Law RUU Cipta Kerja, yaitu: Penyederhanaan perizinan tanah Persyaratan investasi Ketenagakerjaan Kemudahan dan perlindungan UMKM Kemudahan berusaha Dukungan riset dan inovasi Administrasi pemerintahan Pengenaan sanksi Pengendalian lahan Kemudahan proyek pemerintah Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) .
Polemik pro kontra UU Cipta kerja kemudian muncul setelah UU Cipta Kerja disahkan oleh DPR RI. UU Cipta kerja yang terdiri atas 15 bab dan 174 pasal. Di dalamnya mengatur berbagai hal, mulai dari ketenagakerjaan hingga lingkungan hidup, kemudian mendapat penolakan keras oleh aktivis Mahasiswa dan Ormas karena mereka menganggap DPR RI terlalu terburu-buru dan mencurigakan, terkesan memaksakan UU tersebut berlaku, tanpa cukupnya sosialisasi dan uji materi pd masyarakat luas.
Lagi-lagi memang itu menjadi kebiasaan negara kita. Sosialisasi selalu tidak optimal, dan lalu semua urusan seolah hanya penting dipahami oleh pemangku jabatan dan masyarakat akademisi saja dan atau beberapa kelompok kepentingan saja. Tanpa mempedulikan kepentingan edukasi dan sosiaslisi pada masyarakat.
Bukan UU nya yang buruk dan merugikan masyarakat, karena bahkan rakyat tak paham dan tak tahu percis isi dari UU Cipta kerja tersebut. Tapi yang menjadi buruk adalah sikap pemerintah, dalam hal ini legistalif, sebagai wakil rakyat yang sering mengabaikan suara rakyat. Mereka seolah sudah merasa cukup menjadi wakil rakyat dan mereka merasa sudah berhak memutuskan apapun atas nama demi rakyat Indonesia.
Selain itu Peran partai politik dalam edukasi politik dan sosialisasi kepada masyarakat nyaris tak berjalan kecuali saat ingin mendapatkan suara dalam kampanye saja.
Saya berharap polemik UU Cipta Kerja menjadi momentum bagi kita untuk sadar bahwa seharusnya rakyat itu bukan dikutif namanya saja, tapi betul-betul diperhatikan suaranya, kepentingannya termasuk pendidikan politiknya.
Note:
Bagi siapa yang membutuhkan jasa hukum bisa hubungi kami.(081905066218/ chat wa)